Kamis, Juli 17, 2008

PROGRAM PERENCANAAN STRATEGIS PENDIDIKAN

A. LATAR BELAKANG
1. Umum
Otonomi Pendidikan yang diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah melahirkan perubahan dan inovasi dalam kerangka pengembangan paradigma baru pendidikan.
Secara konseptual otonomi pendidikan telah dimulai sejak tahun 2001, yang telah memberikan kepercayaan dan kewenangan kepada daerah secara lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus serta memecahkan masalah pendidikan menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan otonomi pendidikan harus dipandang sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan bagi daerah dalam menyikapi seluruh aspirasi yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat.
Untuk mewujudkan kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka sesuai dengan tugas maka diperlukan suatu rencana Strategi melalui perencanaan strategis inilah Dinas Pendidikan secara sistematis dapat mengembangkan suatu system manajerial yang efektif dan efisien untuk :
1. Meningkatkan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh Pendidikan
2. Meningkatkan mutu dan relevansi Pendidikan
3. Meningkatkan manajemen Pendidikan.

B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan penyusunan perencanaan stategis Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pembelajaran di tingkat Program Magister Perencanaan wilayah dan Kota Konsentrasi Perencana Pendidikan Undip.
2. Sebagai bahan analisis dalam menemukan isu-isu strategis pengembangan pendidikan di Kabupaten Bangka
3. Analisis strategis untuk mengidentifikasi dan memprioritisasi issues
4. Desain strategi untuk mengatasi issues
5. Perumusan visi, misi
6. Perumusan rencana tindak (tujuan, sasaran, kebutuhan sumber daya, peranan dan tanggung jawab implementasi)
7. Dokumentasikan dalam rencana strategis
8. Pengembangan rencana operasional tahunan
9. Penyusunan anggaran
10. Implementasi program, kegiatan dan anggaran
11. Monitor, review, evaluasi dan pemutakhiran rencana

A. KONDISI UMUM WILAYAH
1. Kondisi Geografis
Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan luas lebih kurang 2.950,68 Km atau 295.068 Ha. Kabupaten Bangka adalah salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan batas wilayah :
* Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Natuna
* Sebelah Timur : Berbatasan dengan laut Natuna
* Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Tengah dan Kota
Pangkalpinang
* Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Barat
2. Visi & Misi Kabupaten Bangka
Visi dari Kabupaten Bangka Tahun 2004 – 2008 adalah :
Menjadikan Kabupaten Bangka sebagai andalan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam pengembangan kelautan dan perikanan, pariwisata, agro industri dan industri maritim melalui pemberdayaan potensi daerah secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan RI.
Misi
1. Menciptakan iklim yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
3. Meningkatkan kemampuan insfrastruktur dasar
4. Melaksanakan program pembangunan yang berbasis kewilayahan dan berwawasan lingkungan
5. Meningkatkan kemampuan daerah yang berbasis sektor unggulan untuk meningkatkan PAD serta pendapatan daerah.
6. Mendorong peningkatan investasi pihak swasta
7. Pemberdayaan ekonomi rakyat dan pelibatan masyarakat dan pengentasan kemiskinan
8. Meningkatkan kinerja pemerintah dengan menerapkan prinsip good goverment

3. Lingkup Eksternal
a. Terjadinya perubahan arah geografis pemasaran dan sebagainya. Akibat adanya perkembangan ekonomi nasional/global melalui kerjasama ekonomi regional dimana kabupaten/kecamatan dapat memanfaatkan keuntungan komparatif melalui kegiatan produksi, pemasokan bahan baku, kegiatan ekspor dan sebagainya.
b. Timbulnya konsep pemikiran yang sejalan dengan paradigma baru pembangunan yang memandang penataan ruang tidak lagi terbatas pada aspek teknis, tetapi juga aspek-aspek lingkungan, sosial, ekonomi, administrasi, manajemen dan lainnya.
c. Adanya kebijakan menuju perluasan otonomi daerah yang membawa implikasi terhadap posisi dan fungsi rencana tata ruang dalam perkembangan pembangunan menurut hirarkhi pemerintahan.
d. Pesatnya kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi, jarak, waktu, dan biaya yang belum dipertimbangkan dalam RTRW Kab. Bangka seperti telepon seluler.

4. Lingkup Internal
a. Perubahan batas administrasi wilayah Kab. Bangka akibat pemekaran kabupaten menjadi 4 (empat) kabupaten. Pemekaran tersebut membawa implikasi pada perlunya pengaturan kembali struktur ruang wilayah kabupaten terutama fungsi dan peran bagi kecamatan-kecamatan yang masih termasuk dlam wilayah Kab. Bangka.
b. Ketidakseimbangan pertumbuhan antar wilayah di Kab. Bangka (imbalance growth)
c. Pelestarian lingkungan hidup merupakan isu yang perlu dipertimbangkan terutama menyangkut pertambangan ilegal.


B. ISU PEMBANGUNAN
Untuk mewujudkan visi Kabupaten Bangka yaitu mengembangkan agro industri maritim, Pemda bangka saat ini tengah melaksanakan pembangunan kawasan industri Jelitik di Sungailiat, dengan luas kawasan 282,64 Ha.
Komponen fungsional yang akan dikembangkan di Kawasan Industri Jelitik meliputi :
a. Kegiatan industri maritim non polutif
b. Kegiatan Non maritim non polutif
salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan aksessibilitasnya terutama dengan pengembangan jaringan jalan.
Di Kabupaten Bangka saat ini terdapat kumpulan rumah walet yang terdapat di permukiman yaitu Belinyu, Sungailiat dan Riau Silip. Keberadaan rumah walet umumnya dibuat dari semen bertingkat dua atau lebih. Adanya potensi pengembangan tersebut, tentunya akan menjadi pemikiran untuk mewadahinya dalam tatanan ruang.
Guna meningkatkan kualitas SDM dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan, saat ini tengah direncanakan pembangunan Perguruan Tinggi yang beralokasi di wilayah Kabupaten Bangka khususnya di Kecamatan Merawang tepatnya Desa Balun Ijuk seluas 151 Ha.
B. PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANGKA

Kemajuan Pendidikan di Kabupaten Bangka cukup menggembirakan. Pelaksanaan program pembangunan di daerah ini telah menyebabkan makin maraknya suasana belajar di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Dengan dilaksanakannya program pembangunan pelayanan pendidikan sudah mulai menjangkau daerah terpencil dan bahkan penduduk miskin dengan dibangunnya beberapa sekolah di daerah tersebut Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI sebesar 102,13% dan Angka Partisipasi Murni (APM) sebesar 81,01%.

Jumlah murid SD/MI negeri dan swasta sebanyak 30.077 orang dengan 181 sekolah. Untuk menampung siswa sebanyak tersebut tersedia ruang kelas sebanyak 1289 ruang. Dengan jumlah rombongan belajar sebanyak 1182 sehingga rasio kelas/ruang sebesar 0,92%. Guru yang mengajar sebanyak 1.613 orang.

Pada jenjang SMP dan MTs, APK dan APM masing-masing sebesar 70,05% dan 51,51%. Jumlah siswa SMP/MTs seluruhnya 11.181 dan jumlah sekolah 47 dengan sebaran lokasi 351 ruang kelas, rombongan belajar 307 sehingga rasio sebesar 0,87%. Jumlah guru sebanyak 714 orang. Sedangkan jumlah sekolah dan siswa SMP terbuka masing-masing adalah 5 sekolah dan 382 siswa.

Pada jenjang SMA/SMK/MA untuk APK dan APMnya adalah sebesar 54,78% dan 37,90% dengan jumlah sekolah 31 sekolah. Tersedia ruang kelas sebanyak 228 dan rombongan belajar sebanyak 227.

Jumlah siswa SMA/MA dibandingkan SMK adalah 4.365/3.302 yang memberi gambaran tentang minat dan peranan SMK untuk menghasilkan kelulusan yang berketrampilan dilihat dari kebutuhan sektor pembangunan dan jenis lapangan kerja maka bidang keahlian pada SMK yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan dan penguasaan komputer, teknik mesin dan perikanan. Untuk mengoptimalkan kebijakan sarana pendidikan siste ganda (PSG) dan life skill terdapat 9 SMK, 100% telah melaksanakan kebijakan tersebut.

Angka mengulang dan putus sekolah akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan. Pada SD/MI angka mengulang 2.969 orang (9,71%) dan angka putus sekolah 234 siswa (0,78%). Pada jenjang SMP/MTs angka mengulang dan putus sekolah adalah 78 siswa (0,70%) dan 272 siswa (2,43%). Pada jenjang SMA/MA angka mengulang dan putus sekolah adalah 15 orang (0,19%) dan 226 siswa (2,80%). Angka mengulang dan putus sekolah perlu diperhatikan untuk mengembangkan pendidikan baik dalam rangka meningkatkan perluasan /pemerataan maupun efisiensi pengelolaan pendidikan.

Mengenai angka melanjutkan memperlihatkan bahwa angka melanjutkan ke SMP/MTs sebesar 73,57% dan angka melanjutkan ke SMA/MA sebesar 52,26%. Hal ini menunjukan perkembangan yang memadai pada jenjang SD/MI dan perkembangan yang kurang memadai pada jenjang SMP/MTs. Dari uraian tersebut, maka fokus perhatian pada permasalahan pendidikan di Kabupaten Bangka yang dijadikan sebagai isu-isu strategis adalah ;
a. Kesenjangan mutu lulusan antar kawasan dan antar kelompok masyara kat
b. Dampak globalisasi dan keragaman tuntutan masyarakat belum sepenuhnya teratasi dalam pembangunan pendidikan
c. Pendidikan masih terlalu mahal bagi kelompok kurang mampu
d. Fasilitas Pendidikan jenjang pendidikan menengah belum merata
e. Kualitas pendidikan relatif masih rendah belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik
f. Pendidikan belum menghasilkan lulusan yang dapat meningkatkan ketrampilan dan kemampuan kewirausahaan
g. Desentralisasi dan otonomi pendidikan serta satuan pendidikan belum memenuhi kebutuhan dan harapan semua masyarakat.
h. Kualitas proffesional tenaga kependidikan masih rendah akibatnya kecil sekali persentase guru yang lolos uji sertifikasi
i. Kesadaran masyarakat untuk bersekolah masih rendah ini tergambar dari masih kecilnya APK dan APM pada jenjang SLTP dan SLTA
j. Masih kurangnya tenaga kependidikan untuk daerah dan bidang study tertentu, sehingga banyak guru honorer yang belum layak untuk mengajar dan tidak sesuai kompetensinya.
k. Tingginya biaya hidup di Kabupaten Bangka yang menyebabkan tingginya biaya transportasi menuju sekolah dan banyak siswa putus sekolah karena faktor ini.
l. Rendahnya etos kerja tenaga pendidik dibeberapa sekolah yang mengakibatkan pelayanan kepada siswa kurang maksimal.









BAB III
ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL

Analisis lingkungan organisasi (internal dan eksternal) merupakan hal yang penting dalam menentukan faktor-faktor penentu keberhasilan organisasi. Dengan mengetahui kondisi internal dan eksternal organisasi serta memperhatikan stocholders, akan diketahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), Peluang (opportunity), tantangan (threats) organisasi tersebut yang selanjutnya akan diketahui faktor-faktor penentu keberhasilan organisasi dalam mencapai visi misi yang telah ditetapkan.
Analisis SWOT terhadap pendidikan di Kabupaten Bangka adalah sebagai berikut :

A.Lingkungan Internal
1. Kekuatan (Strength)

a. Perhatian Pemerintah Tinggi Terhadap Pendidikan
Alokasi anggaran pendidikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik itu dari pemerintah Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Disamping itu ada beberapa negara memberikan bantuan dan hibah untuk sektor pendidikan.
b. Adanya Kepedulian Masyarakat Terhadap Pendidikan
Dewan pendidikan dan komite sekolah adalah wadah atau lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat, orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah yang peduli pendidikan. Peran serta komponen masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan sangat signifikan.
c. Kemudahan Dalam Komunikasi
Kabupaten Bangka memiliki sarana komunikasi relatif lebih mudah. Dinas Pendidikan dengan menggunakan jaringan pendidikan nasional (Jardiknas) bisa berkomunikasi dan mengirim atau menerima data dari sekolah dan Pemda yang terkoneksi secara langsung online 24 jam.



2. Kelemahan (Weakness)

a. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan sangat terbatas sehingga sulit untuk melengkapi lembaga pendidikan dan insprastruktur yang memadai, seperti perpustakaan, laboratorium dan ruang penunjang lainnya.
b. Keterbatasan Anggaran Pendidikan
Anggaran yang bersifat peningkatan dan pembangunan masih terbatas sehingga upaya pengembangan dan peningkatan belum optimal.
c. Kualitas Profesonalitas Tenaga Kependidikan Masih Rendah
Disiplin dan etos kerja pegawai masih perlu ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan, disamping itu perlu pula upaya peningkatan profesionalisme guru, guru yang profesional adalah yang mampu mengembangkan profesi keguruannya.
d. Kesadaran Untuk Bersekolah Masih Rendah
Kinerja pemerataan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara umum belum menunjukan peningkatan secara signifikan, seperti terlihat dari indikator masih rendahnya APK dan APM pada semua jenjang pendidikan, dilain pihak ruang kelas yang tersedia pada semua jenis dan jenjang cukup untuk menampung kelulusan atau calon siswa.

B. Lingkungan Eksternal

1. Peluang (Opportunity)

a. Adanya Otonomi Daerah
Kebijakan pemerintah memberi otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengelola pendidikan akan menjadi peluang untuk mengembangkan kebijakan dibidang pendidikan dan peluang untuk memberi warna pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Bangka.
b. Akses ke Pusat dan Propinsi
Upaya memperoleh dana pendidikan bagi Kabupaten Bangka berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Dekonsentrasi, Dana Bantuan Daerah Bawahan (DABA) yang ada pada pemerintah pusat dan atau pemerintah propinsi merupakan suatu peluang.
c. Adanya dukungan sumber daya pendidikan
Konstribusi dan konvensasi dunia usaha /industri baik lokal maupun luar bagi penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Bangka berupa tenaga pendidikan, dana, sarana, dan prasarana cukup signifikan.

2. Ancaman (Threats)

a. Apresiasi sebagian masyarakat terhadap pendidikan belum memadai
Masih ada sebagian masyarakat terutama di daerah pedesaan yang berasumsi bahwa sekolah negeri harus gratis, masuk sekolah negeri merupakan keharusan, pendidikan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal ini akan menjadi ancaman bagi penyelenggaraan pendidikan.
b. Kekurangan tenaga pendidik (guru) pada semua jenjang pendidikan
c. Menurunnya Etos Kerja guru
Tanpa dibarengi dengan kesejahteraan sudah terlihat kecendrungan mulai menurunya etos kerja guru, penurunan etos kerja ini akan menjadi ancaman bagi dunia pendidikan.
d. Pengaruh Budaya Hidup yang merusak dari luar daerah
Kabupaten Bangka memiliki saran prasarana perhubungan yang memadai, maka mobilitas penduduk dari luar atau sebaliknya sangat tinggi. Salah satu akses dari mobilitas itu adanya budaya hidup yang merusak, misalnya kebiasaan minum minuman keras, penyalahgunaan narkoba,. Hal ini menjadi ancaman para siswa di sekolah.

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. VISI DAN MISI
1. VISI
Visi dapat didefinisikan sebagai suatu gambaran ideal tentang situasi dan kondisi organissasi yang ingin diwujudkan dalam masa yang akan datang. Visi adalah kekuatan yang dapat menembus batasan ruang dan waktu dengan didasari konsepsi dan mengacu pada visi Kabupaten Bangka, maka visi Dinas Pendidikan adalah :
Terwujudnya Pendidikan Yang Berkualitas, Inovatif, Produktif dan Berakhlak Mulia”.

2. MISI
Misi Kabupaten Bangka dirumuskan kedalam tujuh kalimat , yaitu :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
2. Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan
3. Meningkatkan kesejahteraan, profesionalisme, mutu pendidik dan tenaga pendidikan.
4. Menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar
5. Meningkatkan manajemen pelayanan pendidikan
6. Meningkatkan budaya baca dan pengembangan perpustakaan
7. Meningkatkan pembinaan seni dan budaya
8. Meningkatkan pembinaan pendidikan luar sekolah, keolahragaan dan partisipasi pemuda.

B. Tujuan, Sasaran, Kebijakan dan Program

Strategi 1 : Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
Pendidikan
Tujuan : Meningkatkan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh
pendidikan yang berkualitas
Sasaran : Meningkatkan daya tampung pendidikan dasar menengah dan
pendidikan non formal
Kebijakan : Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan formal dan nonformal
Program : 1. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar menengah dan
Tinggi
2. Pengembangan pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga.

Strategi 2 : Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan
Tujuan : Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan
Sasaran : Terjalinnya kerjasama disekolah secara internal dan eksternal
Kebijakan : Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan
pendidikan
Program : 1. Peningkatan kegiatan belajar mengajar


Strategi 3 : Meningkatkan kesejahteraan, profesionalisme, mutu pendidik dan
tenaga pendidikan.
Tujuan : Meningkatkan kesejahteraan, profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan
Sasaran : Meningkatnya kualitas, kuantitas, dan kesejahteraan pendidik dan
tenaga kependidikan
Kebijakan : Meningkatkan kemampuan akademi professionalisme serta
kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan dalam rangka
meningkatkan kualitas lulusan
Program : Peningkatan kuantitas kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan

Strategi 4 : Menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar
Tujuan : Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar yang
bermutu dan terjangkau melalui jalur formal, non formal dan informal
Sasaran : Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan
Kebijakan : Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan formal dan non formal
Program : Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar menengah dan
Tinggi

Strategi 5 : Meningkatkan manajemen pelayanan pendidikan
Tujuan : Mengembangkan manajemen pendidikan yang baik
Sasaran : Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan pendidikan Kebijakan : Mengembangkan manajemen berbasis sekolah yang transparan dan
akuntabel
Program : Peningkatan manajemen pendidikan

Strategi 6 : Meningkatkan budaya baca dan pengembangan perpustakaan
Tujuan : Pemanfaatan dan Pengelolaan perpustakaan secara optimal
Sasaran : Menciptakan masyarakat belajar
Kebijakan : Promosi gemar membaca melalui berbagai media
Program : 1. Peningkatan kegiatan belajar mengajar
2. Pengembangan pendidikan luar sekolah pemuda dan olahraga

Strategi 7 : Meningkatkan pembinaan seni dan budaya
Tujuan : Meningkatkan pembinaan seni dan budaya pada jenjang persekolahan
Sasaran : Meningkatnya pemahaman dan apresiasi seni dan budaya bagi peserta
didik
Kebijakan : Menigkatkan kemandirian sekolah dalam mengapresiasikan seni dan
budaya
Program : Pengembangan pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga

Strategi 8 : Meningkatkan pembinaan pendidikan luar sekolah, keolahragaan dan
partisipasi pemuda.
Tujuan : 1. Pengembangan dan peningkatan pendidikan luar sekolah
2. Pengembangan dan peningkatan partisipasi pemuda
3. Pembinaan dan pemasyarakatan olahraga

Sasaran : 1. Meningkatnya pengembangan PLS
2. Pengembangan sentra pemberdayaan pemuda
3. Pembinaan dan pemasyarakatan olahraga
Kebijakan : 1. Meningkatkan program PLS
2. Meningkatkan kemandirian pemuda
3. Pemberdayaan olahraga sejak dini dan berkelanjutan
Program : 1. Pengembangan pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga
2. Pengembangan pendidikan luar sekolah pemuda olahraga


Read More......

Kamis, Juli 03, 2008

KAJIAN LOKASI FASILITAS PENDIDIKAN SMA & SMK DI KABUPATEN BANGKA DARI ASPEK SPASIAL DENGAN SIG

KAJIAN LOKASI FASILITAS PENDIDIKAN SMA & SMK DI KABUPATEN BANGKA DARI ASPEK SPASIAL DENGAN SIG

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan harus dibangun dalam keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai bidang kehidupan, yang masing-masing memiliki persoalan dan tantangan yang semakin kompleks. Dalam dimensi sektoral tersebut, pembangunan pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada pembangunan SDM dalam rangka menyiapkan tenaga kerja.
Lima tahun kedepan, pembangunan pendidikan nasional harus lebih dilihat dalam perspektif pembangunan manusia seutuhnya. Dalam perspektif tersebut, pendidikan harus lebih berperan dalam membangun seluruh potensi manusia agar menjadi subyek yang berkembang secara optimal dan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan nasional.
Indeks pembangunan Manusia (IPM) menunjukan peringkat Indonesia yang mengalami penurunan sejak tahun 1995, yaitu peringkat ke-104. Pada tahun 2000 peringkat ke-109, tahun 2002 peringkat ke-110, tahun 2004 peringkat ke-111 dan pada tahun 2005 peringkat ke-110 (Renstra Diknas, 2005). Peringkat ini merupakan indikator adanya permasalahan dalam pemerataan dan perluasan akses pendidikan di negara kita yang berakibat pada rendahnya mutu SDM.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2004 menunjukkan bahwa rata-rata durasi sekolah penduduk Indonesia yang berusia diatas 15 tahun baru mencapai 7,2 tahun. Sementara angka melek aksara penduduk diatas usia tersebut baru sekitar 90,4%. Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia sekolah dasar (7-12 tahun) menunjukkan porsi 96,8% dan usia sekolah menengah pertama (13-15 tahun) 83,5%. APS semakin menurun pada jenjang setelah pendidikan dasar 9 tahun; APS penduduk usia sekolah menengah atas (16-18 tahun) hanya mencapai 53,5% dan usia perguruan tinggi (19-24 tahun) hanya 14,6%. Selain itu angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 10,12%. Indikator ini menyebabkan IPM relatif rendah terhadap negara-negara yang pertumbuhan ekonomi setara.

Sejalan dengan visi pendidikan nasional guna mewujudkan cita-cita menciptakan ”Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif” pada tahun 2025, terdapat tiga permasalahan inti pembangunan pendidikan nasional:
1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2. peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan
3. peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.
Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global. Untuk itu diperlukan adanya perencanaan dan manajemen pembangunan pendidikan secara baik bagi setiap pengelola dan pelaksana pendidikan.

B. PERUMUSAN MASALAH
Standar nasional sarana dan prasarana pendidikan di tingkat dasar dan menengah dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD, SMP, SMA atau sederajat. Di sini diatur mengenai satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, serta ketentuan sarana dan prasarana.
Dengan adanya standar nasional, pemerintah dituntut menambah alokasi dana agar standar ketentuan sarana dan prasarana minimal untuk SD, SMP, SMA, atau sederajat terpenuhi. Penyediaan sarana dan prasarana tersebut tidak berhenti pada tersedianya gedung sekolah yang layak.
Tantangan yang dihadapi oleh sekolah sebagai salah satu bagian ruang kota semakin berat. Pada satu sisi, secara kuantitas sekolah harus menjawab kebutuhan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan secara kualitas sekolah dituntut mampu memfasilitasi kegiatan belajar dengan standar yang terus meningkat. Pada sisi lain, sekolah harus ”bersaing” dengan berbagai kepentingan dan aktivitas lain dalam penggunaan lahan.
Sebagai konsekuensi pertumbuhan dan perkembangan penduduk dan kota, demografi mengalami perubahan dan kebutuhan ruang terus meningkat. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran master plan dan perubahan tata guna lahan sehingga sedikit banyak mempengaruhi lingkungan sekolah. Setidaknya ada tiga permasalahan yang dihadapi sekolah terkait dengan lokasi dan ruang:
1. Jangkauan pelayanan: di satu sisi, terdapat wilayah yang belum ”terjangkau” oleh sekolah, tapi di sisi lain terdapat juga wilayah yang mengalami overlap pelayanan sekolah. Lokasi sekolah dan jarak yang jauh menambah beban transportasi baik bagi kota maupun bagi warga sekolah.
2. Pola distribusi: kesenjangan (yang besar) antarwilayah dalam rasio jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah unit sekolah, ketidakseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan, serta keterbatasan lahan untuk pengembangan dan pembangunan sekolah.
3. Kondisi tapak: lingkungan sekolah menjadi kurang kondusif dan memberi pengaruh sosial yang tidak mendukung proses belajar. Intensitas penggunaan lahan yang tinggi dan beragam dapat menimbulkan konflik antaraktivitas dalam penggunaan lahan.
Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan populasi yang besar dan tidak merata secara geografis. Lalu bagaimana kinerja pelayanan sekolah secara geografis bila ditinjau dari ketiga masalah di atas? Guna mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pendidikan yang terbatas, serta sesuai dengan tekad meratakan dan memperluas akses sekaligus meningkatkan mutu pendidikan, maka diperlukan suatu model perencanaan geografis fasilitas pendidikan (SMA dan SMK) di Kabupaten Bangka.

C. TUJUAN DAN SASARAN
1. Tujuan
Perencanaan dan pengelolaan sekolah di Indonesia belum memiliki model yang standar, efektif, dan efisien dalam merencanakan, mengevaluasi, dan mengoptimalkan lokasinya. Studi ini memiliki tujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lokasi sekolah berdasarkan faktor jangkauan pelayanan, pola distribusi, dan kondisi tapak serta memberi rekomendasi lokasi sekolah yang optimal berdasarkan faktor-faktor tersebut. Model yang dihasilkan diharapkan dapat diaplikasikan untuk wilayah lain di Indonesia, di luar wilayah studi, tentunya dengan beberapa penyesuaian kondisi spesifik dan ketentuan lain yang berlaku di wilayah tersebut.

2. Sasaran
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini:
1. Analisis jangkauan pelayanan sekolah.
2. Analisis pola distribusi supply dan demand sekolah.
3. Evaluasi kesesuaian kondisi fisik dan pemanfaatan ruang di sekitar sekolah.
4. Rekomendasi lokasi (relokasi dan alokasi) sekolah yang optimal.

D. RUANG LINGKUP
1. Wilayah Penelitian
Studi dilakukan di Kabupaten Bangka dengan luas 2.950,68 km2. Terdiri atas 8 kecamatan yang terbagi lagi menjadi 9 kelurahan, 60 desa yang merupakan desa definitif dan di dukung 199 dusun / lingkungan. Kabupaten Bangka adalah salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan batas wilayah :
* Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Natuna
* Sebelah Timur : Berbatasan dengan laut Natuna
* Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Tengah dan
Kota Pangkalpinang
* Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Barat

Karena keterbatasan waktu dan data yang tersedia, ruang lingkup penelitian ini tidak mencakup wilayah kota perbatasan dan interaksi antarkota. Dalam hal permintaan dan penyediaan fasilitas pendidikan, diasumsikan terjadi hubungan seimbang yang saling melengkapi (komplementer) antar kota. Oleh karena itu, jumlah permintaan dan penyediaan sekolah di suatu kota dianggap tidak dipengaruhi oleh kota-kota sekitar.
2. Materi Penelitian
Sesuai tujuannya, penelitian ini akan mengevaluasi lokasi sekolah berdasarkan faktor jangkauan pelayanan, pola distribusi, dan kondisi lingkungan di sekitar sekolah. Kemudian memberi rekomendasi lokasi sekolah yang optimal. Oleh karena itu, perlu dijelaskan definisi dan batasan dari beberapa terminologi yang digunakan.
• Sekolah yang menjadi obyek penelitian adalah Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan , baik negeri maupun swasta, yang berada di bawah pembinaan Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka.
• Evaluasi lokasi sekolah dilakukan berdasarkan 3 faktor, yaitu:
1. Jangkauan pelayanan dianalisis berdasarkan wilayah terdekat yang mampu diakses sesuai peta jaringan jalan berdasarkan batasan jarak atau waktu maksimum yang diberikan antara tempat tinggal-sekolah. Jarak atau waktu tempuh maksimal tempat tinggal-sekolah ditentukan berdasarkan standar yang berlaku atau dapat diterapkan di Indonesia dengan tidak membedakan moda transportasi yang dipilih dan kondisi jalan yang ditempuh.
2. Pola distribusi. Yang ingin dilihat dari evaluasi pola distribusi adalah kesesuaian supply-demand sekolah. Jumlah kapasitas sekolah (supply) dihitung berdasarkan standar luas minimum sekolah, luas sekolah per siswa, jumlah siswa per kelas, serta jumlah siswa per guru. Sedangkan jumlah kebutuhan (demand) ditinjau dari jumlah penduduk usia SMA dan SMK (15-19 tahun) hasil sensus penduduk per-kecamatan/kelurahan dengan asumsi bahwa sebaran penduduk pada suatu kecamatan/kelurahan merata. Kebutuhan tidak membedakan preferensi sekolah berdasarkan tingkat ekonomi, pendidikan, agama, budaya, atau faktor lainnya.
3. Kondisi tapak. Kesesuaian lokasi sekolah ditinjau menggunakan standar yang berlaku atau dapat diterapkan di Indonesia mengenai tataguna lahan dan aktivitas lingkungan yang berbahaya, berdampak negatif, atau tidak mendukung proses pendidikan di sekolah.
• Evaluasi merupakan proses yang mencakup identifikasi kondisi nyata (empiris), identifikasi standar/panduan yang berlaku (ideal), analisis kesesuaian kondisi empiris dengan kondisi ideal, dan interpretasi terhadap tingkat kesesuaian tersebut.
• Optimalisasi lokasi adalah rekomendasi relokasi sekolah yang ada dan/atau alokasi sekolah baru berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya dan mengacu pada ketiga faktor kesesuaian lokasi yang dijadikan dasar.
• Analisis jangkauan pelayanan dan pola distribusi sekolah membutuhkan analisis jaringan (network analysis) yang melibatkan data tabular/nonspatial (demografi penduduk, kapasitas sekolah) dan data ruang/spatial (sebaran sekolah, jaringan jalan). Sedangkan analisis kesesuaian aktivitas lingkungan memerlukan analisis ruang (spatial analysis) yang menggabungkan peta tata guna lahan, peta jaringan jalan, dan peta sebaran sekolah. Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan penrangkat lunak ArcView sebagai media analisis data dan presentasi hasil studi.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini berangkat dari fenomena pertumbuhan dan perkembangan penduduk dan kota yang mempengaruhi kinerja pelayanan fasilitas pendidikan, perubahan demografi penduduk usia sekolah, serta perubahan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang. Perubahan-perubahan ini pada gilirannya akan memberi dampak bagi sekolah di pusat kota Kabupaten. Jangkauan pelayanan sekolah terbatas dan tidak merata di seluruh wilayah, ditambah pola distribusi yang tidak lagi sesuai antara supply dan demand, serta kondisi tapak yang kurang mendukung kegiatan belajar-mengajar.
Aksesibilitas pendidikan ikut ditentukan oleh hambatan jarak dan waktu menuju sekolah. Kualitas pendidikan juga dipengaruhi oleh fasilitas yang memadai dan lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu, untuk menilai dan memperbaiki kinerja pelayanan fasilitas pendidikan, perlu dilakukan evaluasi dan optimalisasi terhadap lokasi sekolah. Evaluasi lokasi dilakukan berdasarkan tiga faktor: jangkauan pelayanan, pola distribusi, dan aktivitas lingkungan sekolah yang mengacu pada kajian literatur: ketentuan Diknas, Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Indonesia, teori-teori yang terkait, dan hasil penelitian sebelumnya.
Sebelum dilakukan analisis untuk mengevaluasi ketiga faktor di atas, dilakukan identifikasi terhadap distribusi lokasi sekolah, pola jaringan jalan, dan demografi penduduk usia sekolah untuk mendukung evaluasi jangkauan pelayanan dan evaluasi pola distribusi. Selanjutnya, untuk mengevaluasi kondisi tapak, dilakukan identifikasi kondisi fisik ruang dan pemanfaatan ruang.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis jaringan : jangkauan pelayanan, analisis spasial : pola distribusi supply dan demand, serta analisis kesesuaian tapak. Alur kerja dari ketiga analisis tersebut selanjutnya akan dijelaskan pada bagian kerangka analisis. Berdasarkan hasil evaluasi (yang meliputi tiga analisis di atas), dilakukan analisis penentuan lokasi yang optimal yang juga mengacu pada kajian literatur.

Read More......

Pemanfaatan Teori Lokasi, Teori Pelayanan dan Teori Pendidikan Dalam Perencanaan Dikdas

Pemanfaatan Teori Lokasi, Teori Pelayanan dan Teori Pendidikan Dalam Perencanaan Dikdas
Latar Belakang

Penyediaan minimal fasilitas pendidikan yang diperlukan suatu kota harus dapat memenuhi kebutuhan penduduk sampai tingkat pendidikan menengah. Penyediaan fasilitas pendidikan tersebut selain disediakan oleh pemerintah juga dapat didukung oleh pihak swasta dalam bentuk yayasan pendidikan.
Untuk membangun manusia unggul harus berangkat dari filosofi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Menata pendidikan mereka sejak dini merupakan sesuatu yang mutlak. Jika mutu pendidikan dasar (Dikdas) baik, apakah itu bangunannya, fasilitas belajar, maupun buku serta gurunya, maka baiklah selanjutnya. Sekolah yang bermutu dan sehat akan memicu gairah belajar anak. Mereka akan menganggap sekolah sebagai tempat yang menyenangkan. Sekolah dapat berubah menjadi wahana yang memikat bukan sebaliknya, membuat siswa tidak betah bahkan takut.
Menciptakan kondisi sekolah yang ideal seperti itu berarti kita sudah mulai membangun fondasi kokoh dalam pengembangan SDM. Memang, hasilnya tidak serta merta terlihat dalam lima-enam tahun kedepan. Tapi kita telah menciptakan generasi unggul karena hitungan investasi SDM akan kelihatan hasilnya pada generasi berikutnya. Pendidikan dasar (Dikdas) merupakan pondasi dalam menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil / Insan Paripurna)
Untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau bagi semua penduduk, melalui pendidikan formal SD sampai SLTP atau bentuk pendidikan lain yang sederajad, perlu sebuah perencanaan spasial yang matang berkaitan dengan pembangunan lokasi sekolah yang aksessible, mudah dijangkau dan kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar.

Permasalahan

Permasalahan yang timbul dalam penyediaan DIKDAS menyangkut akses mendapatkan pendidikan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan sekolah yang belum bisa merata di berbagai daerah, sehingga menimbulkan banyaknya anak putus sekolah terutama di daerah–daerah tertinggal. Pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 tentang standar sarana prasarana minimum sekolah berusaha melakukan pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan agar semua warga Indonesia bisa menikmati pendidikan dasar. Akan tetapi tidak semua daerah bisa memenuhi standar minimal tersebut. Beberapa sekolah yang ada di perkotaan sudah melebihi kapasitas daya tampung siswanya, sedangkan banyak sekolah dasar di desa terpencil yang hampir tidak ada siswanya.
Ini sebuah masalah pendidikan yang tidak bisa diselsaikan hanya dengan perencanaan manajemen tetapi juga menyangkut spasial wilayah yang harus dicarikan solusinya secara bersama.


Pembahasan
Untuk menurunkan angka putus sekolah terutama di daerah pedesaan maka fasilitas pendidikan, program perluasan dan akses pendidikan perlu adanya suatu pengembangan model layanan alternatif pendidikan untuk menampung siswa di daerah tersebut. Berdasarkan pengalaman penyusun sebagai tim Pemetaan Sekolah tahun 2006, bisa diambil gambaran ; Luas wilayah kecamatan Sungailiat sekitar 27, 50 km2, sedangkan sebaran sekolah/madrasah, khususnya Dikdas (SD, SLTP) berada di wilayah yang sebagian besar berhimpitan lokasinya dengan cakupan luas sekitar 5,90 km2. Sehingga masih terdapat sejumlah wilayah yang kurang mendapatkan pelayanan secara optimal berdasarkan kriteria penempatan sekolah di kecamatan Sungailiat Ibukota KabupatenBangka.
Terkait dengan pelayanan dalam kota, Walter Christallei timr (1933) dan August Losch (1936), secara terpisah mengembangkan teori tempat pusat (central place theory). Konsep utama dalam teori ini adalah apa yang dinamakan dengan the range of good dan the threshold value (UN, 1979 : 53). Range of good service merupakan jarak yang ditempuh para konsumen menuju suatu tempat untuk mendapatkan pelayanan, adapun threshold value atau threshold population merupakan jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan suatu unit pelayanan sebelum dapat beroperasi secara menguntungkan (Daldjoeni:1992:104).
Letak suatu sekolah, diharapkan dalam suatu lokasi yang baik atau optimal. Menurut Daldjoeni (1992:61), lokasi optimal adalah lokasi yang terbaik secara ekonomis. Model yang sederhana dari teori lokasi adalah memperoleh keuntungan ekonomi dengan cara meminimkan biaya transportasi. Para ahli ekonomi mempunyai kecocokan dengan model biaya transportasi, produk yang mempunyai biaya pengiriman tinggi, cenderung sensitif terhadap biaya trasportasi (Blair, 1995 : 43). Menurut John P.Blair dan Robert Premus, dalam perkembangannya, variasi mengenai ruang di dalam ukuran pasar, perbedaan biaya produksi, kenyamanan wilayah, kemajuan teknologi dan faktor lain, terintegrasi ke dalam model yang kompleks dalam proses pengambilan keputusan mengenai lokasi (Bingham dan Mier,ed., 1993 : 3).Transportasi dengan mobilitas tinggi akan mempunyai perkembangan fisik berbeda dengan jalur-jalur daerah transportasi lain, akibatnya keruangan yang timbul adalah suatu bentuk persebaran keruangan. Dalam hal ini, aksesibilitas diartikan dalam perbandingan antara waktu dan biaya ( time-cost term ) dalam hubungannya dengan sistem transportasi yang ada. Berkaitan dengan lokasi sekolah, unsur waktu (jarak) dan biaya merupakan factor penting dalam merencanakan suatu lokasi sekolah. Lokasi sekolah yang dekat, prasarana jalan yang baik, ditunjang fasilitas yang lengkap menciptakan sekolah yang ideal sehingga kapasitas akan terpenuhi, ini terjadi untuk sekolah-sekolah di perkotaan umumnya atau di perdesaan yang sudah maju. Tapi untuk daerah terpencil kendala lokasi jarak dan sulitnya atau mahalnya biaya transportasi menjadi kendala pemenuhan kapasitas daya tampung sekolah, sehingga banyak sekolah yang kekurangan siswa, atau angka partisipasi siswa untuk bersekolah kecil.

Desentralisasi pendidikan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan memberikan kewenangan daerah untuk merencanakan serta mengelola pendidikan di daerah masing-masing sesuai kearifan local. Untuk menyikapi permasalahan Pengelolaan pendidikan yang menjadi wewenang pemerintah daerah ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pendidikan, sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja pendidikan nasional melaui otonomi pengelolaan pendidikan daerah.
Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilakukan melalui pembangunan USB, RKB, laboratorium, perpustakaan, buku pelajaran buku non-teks pelajaran/bacaan lainnya dan sarana belajar. Perluasan USB Dikdas akan diarahkan untuk lebih banyak dilakukan oleh penyelenggara pendidikan swasta dengan tetap memperhatikan standar nasional pendidikan.
Pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan perluasan kesempatan dan pemerataan pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan dapat melakukan pendekatan dengan beberapa cara antara lain ;
1. Penambahan Ruang Kelas Baru
Penambahan ruang kelas baru dilakukan untuk memenuhi kekurangan ruang kelas dan menambah daya tampung. Pemenuhan ruang kelas diberikan kepada sekolah yang jumlah rombongan belajarnya lebih besar daripada jumlah ruang kelas yang ada. Sedangkan penambahan daya tampung diberikan kepada sekolah yang pendaftarnya melebihi kapasitas daya tampung yang ada.

2. Pembangunan Prasarana Penunjang
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di daerah perlu ditingkatkan melalui upaya pembangunan prasarana pendidikan. Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari kualitas guru sampai dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Oleh karena itu sangat mendesak pemenuhan prasarana penunjang pendidikan untuk peningkatan mutu antara lain berupa ketersediaan ruang laboratorium, ruang keterampilan dan alat praktek, ruang perpustakaan, ruang komputer serta ruang UKS yang memadai.

3. Pembangunan Unit Sekolah Baru
Pembangunan unit sekolah baru diperlukan untuk mendekatkan jangkauan calon peserta didik dengan sekolah, dalam rangka memberikan perluasan kesempatan dan pemerataan pendidikan.

Ketiga program diatas harus dijalankan dengan mempertimbangkan aspek perencanaan lokasi dengan memasukan unsur biaya yang mempengaruhi permintaan dalam hal ini siswa Dikdas. Banyak sekali kasus dimana sekolah sudah gratis melalui program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tetapi angka putus sekolah di tingkat dasar masih tinggi. Penyebabnya antara lain :
1. Letak lokasi sekolah (USB) yang susah diakses , ditempuh dan butuh biaya tinggi dalam hal transportasi.
2. Kurangnya fasilitas pendukung seperti sarana prasarana pendukung seperti bangku, meja, papan tulis, peralatan praktik dan laboratorium.
3. Faktor ekonomi keluarga, banyak siswa yang harus membantu ekonomi keluarga sehingga mengorbankan pendidikannya.
4. Pertimbangan lingkungan yang kurang kondusif seperti letak sekolah yang jauh dari rumah penduduk, dekat dengan daerah rawan bencana dan sanitasi yang buruk.


Penutup
Pembangunan Prasarana dan sarana pendidikan harus melalui sebuah perencanaan yang baik dengan memperhatikan Teori Lokasi, Teori Pusat Pelayanan dan Teori Pendidikan. Pemilihan lokasi sekolah (Dikdas khususnya) secara komprehensif harus berorientasi pada masa yang akan datang, dengan menggunakan prinsip ekonomi, memperhatikan potensi perkembangan penduduk dalam kurun waktu 25 tahun yang akan datang dan kelangsungan Dikdas itu sendiri. Sehingga kelangsungan penyelenggaraan pembelajaran di sekolah yang bersangkutan akan berkesinambungan dan dapat terhindar dari dampak regrouping sekolah karena faktor kelangkaan peserta didik maupun berlebihnya kapasitas daya tampung sekolah.
Perencanaan penempatan dan pemilihan lokasi sekolah dengan memanfaatkan Teori lokasi, Teori pusat pelayanan dan teori pendidikan dengan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dalam hal ini Dewan pendidikan / komite sekolah dan pihak swasta yang peduli akan dunia pendidikan, diharapkan mampu memberikan jawaban terhadap tantangan dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan mencerdaskan kehidupan Bangka pada masa yang akan datang.



Pustaka Acuan


Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, 2001, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta. PT Mitra Gama Widya.

Jerome S. Arcaro, 2002, Pendidikan Berbasis Mutu. Prinsip-prinsp Perumusan dan Tata Langkah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset.


Karnadi MPWK Undip . Permasalahan Pembangunan Prasarana Pendidikan. 10 Nopember 2007, 8:59:24


Marsudi Djojodipuro, 1992, Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Read More......

Strategi Pembangunan SDM Lokal

Strategi Pembangunan SDM Lokal Melalui Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global Sebagai Modal Pembangunan Daerah

Pendahuluan
Reformasi yang terjadi tahun 1998 membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap semua aspek kehidupan Bangsa Indonesia. Perubahan itu disebabkan oleh perubahan politik dan tata pemerintahan yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Dalam pemerintahan sentralistik, hampir semua kebijakan penting dan kendali pemerintahan dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah, Propinsi dan Kabupaten/Kota menjadi pelaksana dari kebijakan pemerintah pusat, Jakarta. Pada saat ini fungsi dan wewenang pemerintah daerah lebih besar dalam membuat kebijakan dan melaksanakannnya sesuai dengan variasi potensi, dan kepentingan pengembangan daerahnya masing-masing.
Salah satu desentralisasi pendidikan adalah desentralisasi kurikulum. Pemerintah, c.q. Departemen Pendidikan Nasional hanya menentukan standar-standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan di tingkat daerah. Standar minimal itu berupa standar kompetensi lulusan, standar isi, standar evaluasi, dan standar sarana dan prasarana. Pengembangan lebih jauh terhadap standar-standar tersebut diserahkan kepada daerah masing-masing. Dengan adanya desentralisasi kebijakan itu, maka daerah dapat mengembangkan potensi wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Salah satu kebijakan yang dapat dikembangkan adalah membuat kurikulum sekolah yang berbasis keunggulan lokal dan global.
Masing-masing daerah mempunyai keunggulan potensi daerah yang perlu dikembangkan yang lebih baik lagi. Keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Dengan keberagaman potensi daerah ini pengembangan potensi dan keunggulan daerah perlu mendapatkan perhatian secara khusus bagi pemerintah daerah sehingga putra daerah tidak asing dengan daerahnya sendiri dan faham tentang potensi dan nilai-nilai serta budaya daerahnya sendiri, sehingga putra daerah (SDM Lokal) dapat mengembangkan dan memberdayakan potensi daerahnya sesuai dengan tuntutan ekonomi global yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia. Diharapkan dengan ekonomi global tersebut, masing-masing daerah ingin berlomba bersaing dengan negara lain untuk memasarkan keunggulan daerahnya sendiri.


Permasalahan
Bagaimana pendidikan di wilayah yang memiliki keunggulan lokal bahkan mampu bersaing secara global, apakah anak sekolah di Pulau Bangka tahu dan bisa mengoptimalkan potensi Kabupaten Bangka atau bahkan tak peduli tentang keunggulannya?
Salah satu pilar keberhasilan dalam persaingan global adalah tersedianya SDM yang terdidik, terampil, kreatif dan innovatif dalam jumlah yang memadai di berbagai bidang. SDM yang demikian hanya dapat diperoleh melalui pembinaan yang intensif dan terarah, baik melalui pelatihan, pendidikan maupun penelusuran bakat yang diselenggarakan secara berkesinambungan. SDM yang mampu menggali, memahami, mengembangkan potensi daerahnya kita sebut sebagai SDM lokal unggulan.
Permasalahannya, bagaimana peran pemerintah daerah mengintegrasikan bidang pendidikan dengan menciptakan SDM local yang mampu mengembangkan potensi daerahnya sehingga mampu bersaing secara global.

Pembahasan

Untuk menjawab pertanyaan diatas, perlu adanya paradigma baru pendidikan, yaitu Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Maksudnya adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan global dalam aspek ekonomi, seni budaya, SDM, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke dalam kurikulum sekolah yang akhirnya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan global.
Keunggulan lokal bisa meliputi hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah.
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global merupakan jalan keluar terbaik untuk keluar dari sistem kurikulum yang cenderung mematikan kretivitas lokal. Pendidikan selama ini, cenderung terpola, seragam, ikut maunya pusat, padahal dalam pelaksanaannya didaerah banyak yang menabrak potensi lokal. Akibatnya, output pendidikan sering tidak sanggup untuk menyikapi gejala lokal. Termasuk potensi lokal belum banyak dijamah oleh pendidikan yang cenderung seragam tadi.

Tujuan
Tujuan penyelenggaraan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah menciptakan SDM lokal yang memahami keunggulan lokal daerah dimana dia tinggal, memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan keunggulan lokal daerah tersebut, selanjutnya mampu mengolah sumber daya, terlibat dalam pelayanan / jasa atau kegiatan lain yang berkaitan dengan keunggulan lokal sehingga memperoleh pendapatan dan melestarikan budaya / tradisi / sumber daya yang menjadi ungulan daerah serta mampu bersaing secara global.
SDM local yang tercipta melalui proses pendidikan berbasis keunggulan local & global diharapkan dapat lebih memberdayakan potensi daerahnya sehingga mampu meningkatkan pendapatan atau meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Penutup
Untuk dapat merubah Indonesia menjadi sebuah negara besar mampu bersaing secara global diperlukan penciptaan SDM local yang berpikir global melalui perbaikan mendasar mulai dari perspektif pendidikan. Karena melalui pendidikan yang benar, baik dan terarah, mampu mengangkat potensi local dalam pengembangan kurikulum diharapkan lahirnya SDM local yang kompetitif memajukan daerah dan mampu menggali potensi daerah untuk bersaing secara global. Selain itu minimal diperlukan tiga langkah strategis dalam pengembangan SDM local kedepan, yaitu:

1. Mengkaji ulang program pendidikan yang telah ada dan mengembangkan arahan program pendidikan sesuai potensi daerah dan kebutuhan industri serta tuntutan globalisasi.
2. Pemerintah Daerah harus menginventarisasi keunggulan lokal dan global apa yang dapat dikembangkan daerahnya yang bisa dijadikan materi dalam penciptaan SDM local.
3. Menyediakan Insfrastruktur pendukung bagi pembangunan, pelestarian, pengembangan SDA, SDM local. Melalui kebijakan pemerintah daerah dengan melibatkan pengembang swasta serta masyarakat agar pembangunan lebih cepat terealisasi.
4. Maka dipandang perlu Penyelenggaraan Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dikembangkan di SD/MI, SMP/MTs, DAN SMA/MA/SMK agar kebijakan untuk mengintegrasikan bidang pendidikan dengan pengembangan wilayah secara keseluruhan dalam hal ini kearifan local dapat berjalan secara berkesinambungan.


Daftar Referensi

Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal & Global November 7, 2007 by dedidwitagama

Adisubroto, A. (1995). Nilai Hidup dan Peranannya dalam Pembangunan serta Kualitas Sumber Daya Manusia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gomes, F.C. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi Offset, Yogyakarta.
Hasibuan, S. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia: Pendekatan Non Sekuler.
Muhamadiyah University Press, Surakarta.

Read More......

Aplikasi SIG Dalam Pemetaan Sekolah Di Kabupaten Bangka

Penggunaan Data Spasial Dalam Perencanaan Pendidikan Dalam Wujud Pemetaan Sekolah (SchoolMapping) di Kabupaten Bangka.

1. Pendahuluan

Perkembangan pemanfaatan data spasial dalam dekade belakangan ini meningkat dengan sangat drastis. Hal ini berkaitan dengan meluasnya pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan perkembangan teknologi dalam memperoleh, merekam dan mengumpulan data yang bersifat keruangan (spasial). Teknologi tinggi seperti Global Positioning System (GPS), remote sensing dan total station, telah membuat perekaman data spasial digital relatif lebih cepat dan mudah. Kemampuan penyimpanan yang semakin besar, kapasitas transfer data yang semakin meningkat, dan kecepatan proses data yang semakin cepat menjadikan data spasial merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari perkembangan teknologi informasi.
Sistem informasi atau data yang berbasiskan keruangan pada saat ini merupakan salah satu elemen yang paling penting, karena berfungsi sebagai pondasi dalam melaksanakan dan mendukung berbagai macam aplikasi. Sebagai contoh yang dapat dibuat dengan dasar SIG adalah Pemetaan Sekolah (School Mapping) di Kabupaten Bangka yang telah dilaksanakan pada tahun 2007. Program ini dimaksudkan untuk pendataan dan pemetaan Sekolah serta potensi wilayah dalam rangka mendukung pencapaian Rencana Strategis untuk Pendidikan di tingkat Kabupaten Bangka. Sejalan dengan hal tersebut Pemda Kabupaten Bangka menganggarkan dana untuk kegiatan
pemetaan melalui APBD tahun 2007.

Sampai tahun 2008 hasil pendataan school mapping belum optimal. Hal ini dilihat dari tingkat ketercapaian pengumpulan data sekitar 74% dari sasaran 256 sekolah hanya diperoleh data 189 sekolah mulai tingkat Dikdas sampai menengah atas dengan kondisi data yang belum lengkap. Hal ini disebabkan cakupan pendataan yang sangat luas dan kurang fokusnya sasaran pendataan schoolmapping.


Makalah ini mencoba menjawab permasalahan pemetaan pendidikan di Kabupaten Bangka dengan bantuan aplikasi SIG agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan lengkap serta informative hasilnya.

Pemetaan sekolah dilakukan dengan tujuan pemetaan penyediaan alat-alat dan fasilitas pendidikan serta menutup sekolah yang tidak efisien dengan menetapkan daerah jangkuan yang sesuai dengan perkembangan komunikasi dan transformasi. Pemetaan sekolah merupakan suatu pendekatan perencanaan pendidikan micro atau regional dengan tujuan penyediaan alat-alat dan fasilitas pendidikan untuk menutup sekolah yang tidak efisien dan membangun sekolah baru yang relevan dengan potensi daerah dengan menetapkan daerah jangkuan yang sesuai dengan perkembangan wilayah di Kabupaten Bangka.

Pemetaan Sekolah merupakan faktor penting dari proses perencanaan pendidikan secara keseluruhan dan karena itu sifatya juga tidak statis melainkan dinamis mengikuti perkembangan pendidikan yang sedang berlangsung.

2. Pengertian Data Spasial

Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana didalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Rajabidfard dan Williamson, 2000a). Data spasial dan informasi turunannya digunakan untuk menentukan posisi dari identifikasi suatu elemen di permukaan bumi (Radjabidfard 2001). Lebih lanjut lagi Mapping Science Committee (1995) dalam Rajabidfard (2001) menerangkankan mengenai pentingnya peranan posisi lokasi yaitu, (1) pengetahuan mengenai lokasi dari suatu aktifitas memungkinkan hubungannya dengan aktifiktas lain atau elemen lain dalam daerah yang sama atau lokasi yang berdekatan dan (2) Lokasi memungkinkan diperhitungkannya jarak, pembuatan peta, memberikan arahan dalam membuat keputusan spasial yang bersifat kompleks.

Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana mengumpulkannya dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih dari 80 % informasi mengenai bumi berhubungan dengan informasi spasial (Wulan 2002).

Perkembangan teknologi yang cepat dalam pengambilan data spasial telah membuat perekaman terhadap data berubah menjadi bentuk digital, selain itu relatif cepat dalam melakukan prosesnya. Salah satunya perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap perekaman data pada saat ini adalah teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan Global Positioning System (GPS).
Rajabidfard dan Wiliamson (2000b), menerangkan bahwa terdapat dua pendorong utama dalam pembangunan data spasial. Pertama adalah pertumbuhan kebutuhan suatu pemerintahan dan dunia bisnis dalam memperbaiki keputusan yang berhubungan dengan keruangan dan meningkatkan efisiensi dengan bantuan data spasial. Faktor pendorong kedua adalah mengoptimalkan anggaran yang ada dengan meningkatkan informasi dan sistem komunikasi secara nyata dengan membangun teknologi informasi spasial. Didorong oleh faktor-faktor tersebut, maka Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka tahun 2007 mengembangkan informasi spasial atau yang lebih dikenal dengan Pemetaan Sekolah (SchoolMapping). Tujuannya adalah membantu pengambilan keputusan berdasarkan kepentingan dan tujuannya masing-masing, terutama yang berkaitan dengan aspek keruangan dalam dunia pendidikan.
3. Sumber Data Spasial

Data spasial dapat dihasilkan dari berbagai macam sumber, diantaranya adalah :
Citra Satelit, data ini menggunakan satelit sebagai wahananya. Satelit tersebut menggunakan sensor untuk dapat merekam kondisi atau gambaran dari permukaan bumi. Umumnya diaplikasikan dalam kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan sumber daya alam di permukaan bumi (bahkan ada beberapa satelit yang sanggup merekam hingga dibawah permukaan bumi), studi perubahan lahan dan lingkungan, dan aplikasi lain yang melibatkan aktifitas manusia di permukaan bumi.
Peta Analog, sebenarnya jenis data ini merupakan versi awal dari data spasial, dimana yang mebedakannya adalah hanya dalam bentuk penyimpanannya saja. Peta analag merupakan bentuk tradisional dari data spasial, dimana data ditampilkan dalam bentuk kertas atau film. Oleh karena itu dengan perkembanganteknologi saat ini peta analog tersebut dapat di scan menjadi format digital untuk kemudian disimpan dalam basis data.
Foto Udara (Aerial Photographs), merupakan salah satu sumber data yang banyak digunakan untuk menghasilkan data spasial selain dari citra satelit. Perbedaannya dengan citra satelit adalah hanya pada wahana dan cakupan wilayahnya. Biasanya foto udara menggunakan pesawat udara. Secara teknis proses pengambilan atau perekaman datanya hampir sama dengan citra satelit.
Data Tabular, data ini berfungsi sebagai atribut bagi data spasial. Data ini umumnya berbentuk tabel. Salah satu contoh data ini yang umumnya digunakan adalah data sensus penduduk, data sosial, data ekonomi, dll. Data tabulan ini kemudian di relasikan dengan data spasial untuk menghasilkan tema data tertentu.
Data Survei (Pengamatan atau pengukuran dilapangan), data ini dihasilkan dari hasil survei atau pengamatan dilapangan. Contohnya adalah pengukuran persil lahan dengan menggunakan metode survei terestris.


4. Model data spasial

Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan komputer (data spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya. Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific (1996), mendefinisikan model data sebagai suatu set logika atau aturan dan karakteristik dari suatu data spasial. Model data merupakan representasi hubungan antara dunia nyata dengan data spasial.

Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer. Chang (2002) menjabarkan model data vektor menjadi beberapa bagian lagi (dapat dilihat pada Gambar 1).

5. Model Data Raster

Model data raster mempunyai struktur data yang tersusun dalam bentuk matriks atau piksel dan membentuk grid. Setiap piksel memiliki nilai tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat yang unik. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi. Model data ini biasanya digunakan dalam remote sensing yang berbasiskan citra satelit maupun airborne (pesawat terbang). Selain itu model ini digunakan pula dalam membangun model ketinggian digital (DEM-Digital Elevatin Model) dan model permukaan digital (DTM-Digital Terrain Model).
Terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan model raster, diantaranya adalah :
Memiliki struktur data yang sederhana, bentuk sel matriks dengan nilainya dapat merepresentasikan koordinat dan kadangkala memiliki link dengan tabel atribut. Format yang sangat cocok untuk dapt melakukan analisis statistik dan spasial. Mempunyai kemampuan dalam merepresentasikan data-data yang bersifat continous seperti dalam memodelkan permukaan bumi. Memiliki kemampuan untuk menyimpan titik (point), garis (line), area (polygon), dan permukaan (surface). Memiliki kemampuan dalam melakukan proses tumpang-tindih (overlay) secara lebih cepat pada data yang kompleks.

Selain keuntungan dari model raster, terdapat pula beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model data raster dibandingkan dengan data vektor, diantaranya adalah :
Terdapat beberapa keterbatasan masalah akurasi dan presisi data terutama dalam pada saat menentukan ukuran sel/piksel.
Data raster sangat berpotensial dalam menghasilkan ukuran file yang sangat besar. Peningkatan resolusi akan meningkatan ukuran data, hal ini akan berdapak pada penyimpanan data dan kecepatan proses. Hal ini akan sangat bergantung kepada kemampuan hardware yang akan digunakan.

Pemanfaatan model data raster banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, akan tetapi Environmental Systems Research Institute (ESRI), Inc (2006) membagi menjadi empat kategori utama, yaitu :

Raster sebagai peta dasar
Data raster Biasanya digunakan sebagai tampilan latar belakang (background) untuk suatu layer dari obyek yang lain (vektor). Sebagai contoh foto udara ditampilkan sebagai latar dari obyek jalan (lihat Gambar 8). Tiga sumber utama dari peta dasar raster adalah foto udara, citra satelit, dan peta hasil scan.
6. Penggunaan Model Data Vektor dalam Pemetaan Sekolah (School Mapping)

Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).
Titik (point)
Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Pendidikan (gedung sekolah, PAUD, Keaksaraan, Kelompok belajar, BLK dll)
Garis (line)
Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai, dll.
Area (Poligon)
Poligon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi.Contoh : Danau, Persil Tanah, dll.

Manfaat dari system ini adalah :
1. Memberikan kemudahan bagi calon siswa yang ingin memilih sekolah yang diminati.
2. Sebagi alat bantu untuk mencari informasi tentang sekolah yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Bangka secara lengkap dan jelas, tanpa harus membuang waktu, tenaga dan biaya.
3. Menampilkan nama kecamatan, jalan, sungai, sekolah secara jelas disertai informasi daya tampung sekolah, jurusan keahlian, kurikulum dan personil guru yang ada.
4. berisikan profile lengkap sekolah yang tersebar di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten Bangka sehingga mempermudah dalam hal kebutuhan

7. Kesimpulan
1. Program ini harus diuji terlebih dahulu keabsahannya, apakah aplikasi SIG ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga calon pelajar dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan atau tidak.
2. Program ini dapat dirancang dan dianalisis, yang dapat membantu calon pelajar dalam mencari lokasi, nama, alamat, dan berbagai jenis kegiatan lainnya pada sekolah di Wilayah Kabupaten Bangka
3. Sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan secara lengkap, cepat dan akurat bagi Dinas Pendidikan dan Instansi lain untuk mengambil kebijakan mengenai pendidikan.


Pustaka Acuan


Chang, Kang -Tsung. Introdcution To Geographic Information Systems. New York: McGraw-Hill, 2002.

Economic and Social Comminssion for Asia and the Pasific. Manual on GIS for Planner and Decision Makers. New York: United Nations, 1996.

Environmental Systems Research Institute (ESRI), Inc. ESRI.Com. 2006. www.esri.com (accessed March 12, 2007).

E. Budiyanto, Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Yogyakarta: Andi Yogyakarta, September 2003.

Gumelar, Dhani. Implemantasi Kelompok Data Dasar dalam Penentuan Kawasan Lindung (Studi Kasus Pembangunan IDSD Provinsi Jawa Barat). Bandung: Tesis Magister, Bidang Geomatika, Program Magister Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, 2004.


Rajabidfard, Abbas, and I.P. Williamson. "Spatial Data Infrastructures : Concept, SDI Hierarchy and Future Directions." Melbourne, Victoria: Spatial Data Research Group, Department of Geomatics, The University of Melbourne, 2000a.


R. O. Wulandari, ”Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Analisa Penyebaran Tempat Pembuangan Sampah Kota Surabaya dengan GIS-GRASS”, Tugas Akhir, Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Elektronika Negeri, Surabaya, 2006.

Wulan. Methodology for Selection of Framework Data : Case Study for NSDI in China. Enschede: Thesis Degree of Master of Science in GeoInformation Management, International Institute fo GeoInformation and Earth Observation (ITC), 2002.

E. Prahasta, Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika, September 2002.

Read More......